Prabowo Subianto

blogger templates
Prabowo Subianto adalah capres 2014 dari Partai Gerindra. Dalam  presiden terpilih 2014, nama Prabowo Subianto masuk ke dalam orbit no-to-no-go-ro. Tetapi, ini cuma tafsir dalam ramalan presiden 2014 di Indonesia.

Kita telah mengenal Jangka Jayabaya sebagai hasil karya beliau yang kemudian dilanjutkan dan dipatenkan oleh Ronggowarsito. Selain memprediksi kepemimpinan nusantara, Jayabaya telah berhasil membuat postulat-postulat mengenai sejarah nusantara yang diungkapkan dengan bahasa-bahasa simbolik. Mulai dari kolonialisme Belanda dan Jepang, fase revolusi kemerdekaan, kejatuhan Soekarno, Soeharto sampai kepada reformasi. 

Salah satu yang menarik dalam ungkapan Jayabaya adalah bahwa nusantara ini akan dipimpin oleh Notonogoro. Notonogoro bukanlah sebuah nama personal yang lekat pada seseorang. Lebih kepada simbolisasi penamaan bagi kepemimpinan nasional. Terminologi Notonogoro sempat ramai sekali diperbincangkan pascareformasi ’98. Sampai-sampai banyak buku termasuk buku politik yang membedah dan memakai Notonogoro dalam teori kepemimpinan nasional. Banyak interpretasi politik dan budaya atas istilah Notonogoro ini. Tapi salah satu interpretasi yang lebih banyak muncul adalah yang mengatakan jika Notonogoro adalah nama-nama pemimpin nasional (presiden) yang akan memimpin nusantara ini. Kata Notonogoro dipisahkan menjadi No-To-No-Go-Ro. “No“, yang pertama diawali oleh Soekarno. “To“, yang kedua adalah Soeharto. “No“, yang ketiga adalah Tresno yang merupakan bahasa Jawa. Jika dimasukkan dalam konteks bahasa Indonesia berarti “cinta”. Cinta dalam gramatikal bahasa Arab yaitu Hubbun. Setelah digunakan dalam kalimat-kalimat dialog, kata Hubbun bisa dimodifikasi menjadi kata Habibie (bermakna kekasihku). Ini merupakan masa pemerintahan Presiden Habibie.

Kemudian “Go“, yang keempat adalah Abdurrahman Wahid. Presiden Indonesia keempat ini lebih akrab dipanggil Gus Dur, panggilan kehormatan kepada anak seorang Kyai dalam konteks budaya Jawa Timur yakni Gus. Dalam ejaan lama bahasa Indonesia “u” ditulis dengan huruf “oe”. Jadi jika digabung menjadi Goes Dur. “Ro“, yang kelima berarti Megawati Soekarno Putri. Putri berarti anak, maka biasanya disebut “Putro” dalam bahasa Jawa (walau terkesan dipaksakan). Lima presiden inilah yang memimpin nusantara dalam prediksi futurologis Jayabaya.

Lantas bagaimana dengan SBY dan pemimpin berikutnya? Ternyata interpretasi ini tak berhenti pada “Ro“, tetapi dilanjutkan kembali pada kata “No” di awal kata. “No” inilah yang kemudian ditafsirkan sebagai Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden keenam Indonesia yang dua kali memerintah (sampai sekarang). Lalu jika demikian penafsirannya, siapakah pelanjut kepemimpinan nasional? Masih ada “To” yang akan memimpin nusantara. Jika berpedoman pada futurolog Jayabaya ini, maka bisa saja kita menafsirkan setiap nama-nama yang berakhiran seperti di atas.

Seperti yang ditulis di atas, ini merupakan interpretasi mistik-politik terhadap prediksi filosofis dari seorang Jayabaya. Menarik untuk ditelaah walaupun bagi sebagian kita mungkin tertawa kecil, sinis dan langsung berkata “takhayul” dengan analisis ini. Interpretasi mitologis, mistik politik dan penafsiran yang dipaksakan. Boleh saja seperti itu, karena namanya juga penafsiran yang berdimensi relativitas tentunya. Kadang dirasa penafsiran yang primordialistik, minim kenusantaraan karena akhiran penggalan kata di atas umumnya berasal dari bahasa Jawa. Terasa ada legitimasinya akan perdebatan klasik politik nasional kita, mengenai orang nonjawa tak akan menjadi presiden. Polemik presiden Jawa-Nonjawa yang secara sosial-antropologis dan politik tak ada kebenarannya. Tapi dikotomi primordial politik kepemimpinan nasional itu masih (tetap) ada setiap Pemilu.

Pertanyaan tentang hasil akhir pemilu capres 9 juli 2014 mendatang, yakni siapakah “To” yang akan memimpin negara ke depan, yang akan terpilih dalam Pemilu 2014 nanti? Kita bisa menyebut Wiranto misalnya, sebab akhiran di namanya adalah “to”. Usia Wiranto sudah cukup sepuh, apalagi perjalanan politiknya yang sudah dua kali maju dalam kontes Pemilu pada 2004 dan 2009. Atau nama Djoko Suyanto, seorang loyalis dan menteri SBY yang juga elit Partai Demokrat.

“To” berikutnya dapat menjadi Prabowo Subianto. Prabowo Subianto tampak sebagai figur dalam capres 2014 di Indonesia. Visi ideologis Prabowo lekat dengan dimensi kerakyatan. Visi tentang kemandirian nasional, ekonomi kerakyatan, ditambah pencitraan, sedikit meniru Soekarno menjadi modal utama. Apalagi jika dalam waktu tiga tahun ke depan Prabowo dan partai pengusungnya mampu mengambil hati rakyat, dengan tak melulu berpihak pada pragmatisme politik sesaat. Ditambah dengan banyaknya partai nonparlemen yang menggabungkan diri dengan Gerindra, tentu menjadi energi tambahan. 

Tetapi, ramalan shio 2015 bahwa Prabowo Subianto adalah Presiden RI dalam ajang Pilpres 2014 adalah sebuah tafsir yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, bisa saja justru Jokowi yang menjadi Presiden Indonesia berikutnya. Anda boleh percaya, boleh tidak. Ini cuma tafsir.

0 Response to "Prabowo Subianto"

Posting Komentar